Rabu, 18 Juni 2008

Robot Goes to School



Pada tanggal 29 September s/d 1 November 2007, Common Room bekerjasama dengan Divisi Robotika Unikom melakukan kunjungan ke beberapa SMA di kota Bandung. Program ini berkaitan dengan kegiatan Common Room Fun Education Program 2007: Robot Goes to School. Khusus untuk program kali ini, diperkenalkan aplikasi dan perkembangan teknologi robotika yang menampilkan beberapa robot cerdas karya mahasiswa Unikom. Sebagai informasi, Divisi Robotika Unikom selama 2 tahun terakhir telah meraih gelar juara Kompetisi Robot Cerdas Indonesia (KRCI).

Beberapa SMA yang dikunjungi dalam kegiatan ini adalah SMAN 2, SMAN 5 dan SMAN 24 Bandung. Selama beberapa hari, dipandu oleh Yusrila Kerlooza (Koordinator Divisi Robotika Unikom sekaligus pendiri Club Robot Bandung), para mahasiswa yang tergabung dalam Divisi Robotika Unikom mempresentasikan berbagai informasi dan pengetahuan yang terkait dengan perkembangan dan aplikasi teknologi robot cerdas.
Dalam presentasinya, dijelaskan bagaimana teknologi robot cerdas sangat berguna untuk menggantikan tugas-tugas yang tidak dapat dilakukan oleh manusia. Para siswa SMA yang berkesempatan menyaksikan sesi presentasi dan tanya jawab mengikuti kegiatan dengan antusias.

Dalam kegiatan ini, Divisi Robotika Unikom menampilkan karya robot cerads berkaki (Tarantula 116) dan beroda (DU 114). Keduanya dilengkapi dengan mekanika elektronik dan teknologi sensor yang dipergunakan untuk melacak titik api. Dalam sesi tanya jawab, beberapa siswa SMA melontarkan beberapa pertanyaan yang terkait dengan aplikasi dan program yang dikembangkan untuk membangun teknologi robot cerdas. Kegiatan pengenalan teknologi robot ini telah dirancang sejak tahun lalu, namun baru dapat direalisasikan tahun ini. Ke depan, kegiatan Common Room Fun Education Program akan dijadikan kegiatan rutin sebagai wahana penyebaran ilmu pengetahuan dan informasi di bidang teknologi dan media baru. Berita terkait ada di halaman ini. Foto dokumentasi kegiatan bisa dilihat di Heterologia. (sumber: news.com)

Jumat, 30 Mei 2008

Spectra Vertex DX-1

JIKA Anda pernah mengalami era fotografi analog yang menggunakan film seluloid, tentu tidak asing dengan merk Konica. Vendor inilah yang merilis kamera dual fungsi merk Spectra. Kami berkesempatan menguji salah satu seri terbaru, yaitu Spectra Vertex DX-1. Resolusi sensor CCD sebesar 5 mega piksel yang diusung oleh kamera ini kami nilai mencukupi kebutuhan penggemar fotografi pemula.

Di bawah sinar matahari cerah, kami mendapatkan hasil yang lumayan bagus. Berhati-hatilah terhadap bagian gelap pada objek foto. Hasil rekam foto Spectra Vertex DX-1 cenderung kehilangan detail pada bagian yang agak gelap. Jika Anda memotret objek di bawah naungan, cobalah bantu dengan lampu kilat untuk “membuka bayangan” dan menghindari hilangnya detail di bagian tersebut.

Anda juga harus hati-hati saat memotret dalam jarak yang dekat (kurang dari 1 meter). Aktifkan dulu tombol geser pengatur fokus ke arah makro (ikon bunga). Jika tidak, maka rekaman foto menjadi out-of focus.

Kami mendapati kinerja yang baik dalam hal white balance, asalkan fasilitas ini diset secara manual. Saat kami coba posisikan sistem white balance ke auto, sesekali terjadi white-balance yang meleset, terutama saat dicoba untuk memotret di dalam ruangan.

Fasilitas perekam video kami uji dengan merekam objek di pasar malam. Hasilnya, rekaman gambar video cenderung bersifat soft-focus. Kami sempat menemui kesulitan saat merekam di bawah kondisi cahaya minim, lantaran tingkat kecerlangan dari LCD terasa kurang. Untunglah, Spectra Vertex DX-1 menyediakan lampu video kecil sehingga objek dapat tertolong pencahayaannya dan kami dapat mengatur komposisi. Namun demikian, lampu video ini mengonsumsi daya yang relatif besar dari baterai camcorder.

Jika Anda hendak menggunakan lampu video tambahan, pilihlah yang menggunakan sumber daya listrik tidak dari camcorder, melainkan dengan baterai pack. Spectra Vertex DX-1 tidak dilengkapi dengan selorok hotshoe untuk menambahkan lampu video atau lampu kilat/flash/blitz eksternal.

Vertex Spectra DX-1 menyediakan koneksi jenis USB untuk melakukan transfer data rekaman dari kamera (terutama yang ada di dalam memori internal) ke komputer. Koneksi ini juga bermanfaat jika pengguna tidak memiliki card reader untuk memindahkan rekaman dalam kartu memori SD atau MMC. Jika dihubungkan dengan komputer lewat kabel USB, kamera akan dikenali sebagai drive dan dapat diakses isinya.

***

Spectra Vertex DX-1 cukup untuk memenuhi kebutuhan dokumentasi yang murah-meriah, baik foto maupun video. Kelebihan lain dari camcorder ini adalah ukuran layar LCD-nya yang lega, sehingga memudahkan kita mencari sudut gambar terbaik. Namun daya lampu kilat yang kecil dan boros batere membuatnya kurang ideal untuk mengambil gambar di suasana temaram. (Vincent Bayu Tapa Brata)

Plus : Harga ekonomis; Ukuran LCD cukup lega.

Minus: Tidak memiliki zoom optik; daya lampu kilat & video kecil; tidak ada slot aksesoris.

sumber infokomputer.com

Spesifikasi:

Resolusi sensor cahaya

CMOS resolusi 5 megapiksel.

Resolusi video (min/max)

320 x 240(QVGA)/640 x 480(VGA)

Resolusi foto (min/max)

Tipe koneksi

USB, A/V output komposit.

Format video

MPEG4

Format foto

JPEG

Format audio

ASF

Media rekam

SD/MMC card. Memori internal 32 mega byte.

Zoom digital

16 X

Aperture/diafragma/iris

f/3,2

Kecepatan rana/shutter

1-1/1000 detik

Diagonal LCD

3 inchi

Tipe baterai

Lithium ion NP 40, atau 4X Alkaline A3.

Baterry charger

Ada

Garansi

1 tahun

Situs web

??

Kisaran harga

Rp.1.675.000



Olympus FE-300



SISTIM otomatis pada Olympus FE-300 yang menyediakan scene hingga 12 buah menegaskan bahwa kamera ini ditujukan bagi pengguna yang ingin praktis. Meskipun demikian, sistem fokus pada Olympus FE-300 tetap dibuat responsif termasuk ketika kami gunakan untuk memotret di dalam ruangan. Oh ya, bidikan jarak jauh dari balik jendela juga tetap menghasilkan rekaman yang tajam berkat mode unik bernama Behind The Glass. Scene yang sama juga memberi hasil bagus untuk memotret benda di balik etalase serta ikan di dalam akuarium.
Kami juga selalu menggunakan fungsi pengatur kepekaan sensor cahaya karena dimungkinkan pada semua setelan pemotretan otomatis, kecuali pada modus pemotretan Auto. Hal ini kami lakukan agar kamera tidak mengarahkan ke setelan ASA/ISO 3200 atau 6400 karena ukuran bingkai foto akan diperkecil menjadi 640x320 pixel secara otomatis. Setiap kali memotret, kami juga memanfaatkan fasilitas jendela prapandang pembanding kompensasi cahaya. Pengguna dapat memilih intensitas kompensasi cahaya, baru kemudian menerapkannya untuk memotret objek.
menyertakan pula modus pemotretan otomatis untuk keperluan khusus. Kami mencatat, modus Document cukup bagus saat digunakan untuk memotret media cetak. Anggap saja fasilitas ini dapat berfungsi sebagai scanner darurat. Kamera ini juga tidak menutup kemungkinan belajar memotret still life bagi penggunanya melalui setelan pemotretan otomatis. Hasil uji coba mode otomatis Cuisine untuk memotret buah-buahan, makanan, sayuran memberikan warna yang cenderung menjadi lebih matang (vivid).
Untuk memaksimalkan hasil rekam foto pada setelan pemotretan otomatis Document dan Cuisine, kami mengombinasikan dengan fasilitas makro dan penangguh waktu rekam (time delay). Fasilitas makro memberikan fokus akurat untuk pemotretan jarak sangat dekat, sementara penangguh waktu menghindarkan foto menjadi tidak fokus akibat goncangan kamera saat jari menekan tombol pelepas rana.
Secara keseluruhan, Olympus FE-300 menyajikan hasil rekam foto yang cukup baik untuk foto sehari-hari. Keberadaan 12 scene untuk berbagai skenario pemotretan juga memudahkan pengguna pemula untuk mendapatkan hasil jepretan terbaik. Namun minimnya fasilitas manual memang menunjukkan segmentasi kamera ini yang menyasar segmen pemula.
Mudah dan ringkas; Fasilitas prapandang kompensasi cahaya; Setelan ISO/ASA 50 untuk noise minimal.
Layar LCD tak bisa mati untuk menghemat konsumsi daya listrik; zoom optis tak aktif pada rekam video; navigasi manual minim.
Sumber: infokomputer.com